Cegah Eksploitasi Anak di Situasi Bencana

Jakarta – Sinar Harapan. Berbagai bencana yang merenggut nyawa ratusan orang kerap membuat anak terpisah dari orang tuanya. Keterpisahan itu kadang dimanfaatkan oleh orang tertentu untuk melakukan perdagangan anak dan adopsi ilegal. Karena itu, eksploitasi anak di tengah kondisi bencana harus dicegah.
Hal itu ditegaskan Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno dan Direktur Kesejahteraan Sosial Anak Kementerian Sosial Harry Hikmat, di Jakarta, Senin (8/11).

Hadi mengatakan, dalam setiap bencana harus ada Tim Khusus Reunifikasi dengan tugas utama menyatukan ­kembali anak-anak yang ­terpisahkan dari orang tuanya. “BNPB, sukarelawan bisa membuat foto-foto orang yang ­terpisah, lalu gambar dipasang pada posko-posko lengkap ­dengan identitas. Karena jumlahnya sangat banyak dan ­areanya yang sangat luas, harus ada tim spesial menangani reunifikasi,” ujar Hadi.
Berdasarkan data Kementerian Sosial melalui Direktorat Kesejahteraan Sosial Anak, pengungsi anak di sekitar lereng Gunung Merapi sampai dengan 1 November 2010 terdata sekitar 4.031 orang di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah, meliputi Magelang dan Klaten.
Hadi maupun Harry me­ngatakan, di tengah situasi ­bencana, anak menjadi sangat rentan terhadap eksploitasi. Keterpisahan anak dengan orang tua sering dimanfaatkan orang-orang tertentu untuk melakukan perdagangan anak, adopsi ilegal, pelacuran anak, atau pernikahan dini.
Kasus semacam ini diakui pernah terdeteksi ketika terjadi koban gempa di Padang, Sumatera Barat. “Karena itu, dalam situasi tanggap darurat ini harus dilakukan identifikasi terhadap anak yang kemungkinan terpisah dari orang tua atau yang kehilangan orang tua,” tandas Hadi.
Harry mengungkapkan, saat ini ada dua anak dirawat di Rumah Sakit Sardjito yang diketahui terpisah dari orang tuanya. Sebelumnya, tiga anak sudah direunifikasi dengan orang tuanya. Ketiga anak ini diketahui terpisah karena lokasi pengung­sian yang berbeda. Adapun dalam bencana di Mentawai, ­terdeteksi satu anak yang tidak mempunyai orang tua lagi.
Namun Harry menegaskan, pemerintah mengutamakan pencarian terhadap keluarga si anak sehingga tidak kehilangan hak asuh dari keluarga. “Kalau memang keluarga sudah tidak ada, anak bisa masuk panti atau diadopsi secara legal,” jelas Harry.
Dia mengakui situasi bencana ini juga memberi dampak yang sangat besar terhadap kelangsungan perekonomian keluarga. Menurutnya, harus diwaspadai karena harta benda habis dan pekerjaan sulit, anak bisa menjadi korban. “Jangan sampai terjadi anak telantar atau jadi pengemis karena perekonomian orang tua yang terpuruk akibat bencana,” tegas Harry.
Dia mengemukakan, pihaknya melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah dalam rangka menyusun kebijakan-kebijakan teknis, baik nasional dan lokal terhadap program perlindungan anak korban meletusnya Gunung Merapi. Selain itu, berkoordinasi dengan Badan Dunia yang bertangungjawab terhadap anak (UNICEF) guna pemenuhan standar-standar pemenuhan hak anak. Hak atas kesehatan dan pendidikan harus dipenuhi meski dalam situasi bencana.

Posting Komentar

0 Komentar